(0274) 4415024 smamuhpleret@yahoo.com

Nabi Musa As adalah nabi sekaligus rasul yang diutus untuk kaumnya. Selain mendapat gelar kalimullah ( orang yang berbicara langsung pada Allah SWT) di bukit thursina, beliau juga termasuk dalam nabi ulul azmi.

Namun ketika kita membaca surat al-kahfi ayat 60-82 seakan kita disuguhkan dengan kegagalan-kegagalan Nabi Musa As saat belajar kepada Nabi Khidhir As. Padahal saat itu Nabi Khidir As telah memberikan panduan belajar bersamanya.

 قَالَ فَاِنِ اتَّبَعۡتَنِىۡ فَلَا تَسۡـَٔـلۡنِىۡ عَنۡ شَىۡءٍ حَتّٰٓى اُحۡدِثَ لَـكَ مِنۡهُ ذِكۡرًا

Khidir As berkata, “Jika engkau mengikutiku, maka janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku menerangkannya kepadamu.” (ayat 70)

Nabi Musa As Seakan Gagal

Tampaknya panduan itu tidak begitu diperhatikan oleh Nabi Musa As, sehingga ketika dalam proses belajar beliau seakan gagal terus. Hal tersebut dapat dilihat pada beberapa ayat ini :

فَانْطَلَقَا حَتّٰۤى اِذَا رَكِبَا فِى السَّفِيۡنَةِ خَرَقَهَا‌ ؕ قَالَ اَخَرَقۡتَهَا لِتُغۡرِقَ اَهۡلَهَا‌ ۚ لَقَدۡ جِئۡتَ شَيۡــًٔـا اِمۡرًا

Maka berjalanlah keduanya, hingga ketika keduanya menaiki perahu lalu dia melubanginya. Dia (Musa) berkata, “Mengapa engkau melubangi perahu itu, apakah untuk menenggelamkan penumpangnya?” Sungguh, engkau telah berbuat suatu kesalahan yang besar. ( ayat 71)

فَانْطَلَقَا حَتّٰۤى اِذَا لَقِيَا غُلٰمًا فَقَتَلَهٗ ۙ قَالَ اَقَتَلۡتَ نَـفۡسًا زَكِيَّةً ۢ بِغَيۡرِ نَـفۡسٍ ؕ لَـقَدۡ جِئۡتَ شَيۡــًٔـا نُّـكۡرًا‏

Maka berjalanlah keduanya; hingga ketika keduanya berjumpa dengan seorang anak muda, maka dia membunuhnya. Dia (Musa) berkata, “Mengapa engkau bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sungguh, engkau telah melakukan sesuatu yang sangat mungkar.” ( ayat 74)

فَانْطَلَقَا حَتّٰۤى اِذَاۤ اَتَيَاۤ اَهۡلَ قَرۡيَةِ  ۨاسۡتَطۡعَمَاۤ اَهۡلَهَا فَاَبَوۡا اَنۡ يُّضَيِّفُوۡهُمَا فَوَجَدَافِيۡهَا جِدَارًا يُّرِيۡدُ اَنۡ يَّـنۡقَضَّ فَاَقَامَهٗ‌ ؕ قَالَ لَوۡ شِئۡتَ لَـتَّخَذۡتَ عَلَيۡهِ اَجۡرًا

Maka keduanya berjalan; hingga ketika keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka berdua meminta dijamu oleh penduduknya, tetapi mereka (penduduk negeri itu) tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dinding rumah yang hampir roboh (di negeri itu), lalu dia menegakkannya. Dia (Musa) berkata, “Jika engkau mau, niscaya engkau dapat meminta imbalan untuk itu.” (Ayat 77)

Salah satu proses belajar Nabi Musa As adalah dilubanginya kapal, sumber: pecihitam.org

Kesuksesan Belajar Nabi Musa As

Tapi apakah Nabi Musa As benar-benar gagal di dalam proses belajar tersebut? Sebelum menyimpulkan sebuah kejadian yang dikisahkan di dalam Al-Qur’an al karim, sebaiknya selain memahami hadis, qiyas dan ijma’ juga mampu berbahasa arab. Namun jika belum bisa setidaknya ada asbabun nuzul yang diketahui supaya dalam memahami Al-Qur’an lebih mendekati kepada kebenaran.

Adapun asbabun nuzul ( sebab turunnya) ayat ke 60-82 surat al-kahfi sebetulnya terdapat perbedaan, namun ada sebab yang paling masyhur dan hampir disepakati oleh para ulama sebagai yang paling kuat. Adapun asbabun nuzulnya adalah apa yang diriwayatkan oleh imam Al-Bukhori dan Muslim.

Di dalam hadis riwayat Imam Bukhori dan Muslim, dari Abi bin Ka’ab ra. telah mendengar Rasulullah bersabda: Ketika suatu saat Nabi Musa berdiri berkhotbah di hadapan kaumnya, Bani Isra’il, salah seorang bertanya: “Siapa orang yang paling tinggi ilmunya”, Nabi Musa as. menjawab: “Saya”. Kemudian Allah menegur Musa dan berfirman kepadanya, supaya Musa tidak mengulangi perkataannya itu; “Aku mempunyai seorang hamba yang tinggal di pertemuan antara dua samudra, adalah seorang yang lebih tinggi ilmunya daripada kamu”. Nabi Musa as berkata: “Ya Tuhanku, bagaimana aku bisa menemuinya”. Tuhannya berfirman: “Bawalah ikan sebagai bekal perjalanan, apabila di suatu tempat ikan itu hidup lagi, maka di situlah tempatnya.

Baca Juga : K.H Ahmad Dahlan, Pendiri Muhammadiyah Yang Peduli Pendidikan

Melalui hadis ini kita mengetahui bersama bahwa latar belakang Nabi Musa As belajar kepada Nabi Khidir As adalah teguran dari Allah SWT. Teguran karena Nabi Musa As hampir menjadi orang yang sombong ketika menjawab pertanyaan dari kaumnya. Melalui pertemuannya pada Nabi Khidir As harapannya Nabi Musa As kembali menjadi nabi yang rendah hati walaupun beliau benar-benar orang yang paling pandai saat itu, karena kedudukannya adalah seorang rasul. Dan bisa dipastikan rasul adalah orang yang paling pandai dari kaumnya walau tidak perlu disampaikan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa Nabi Musa As ternyata sukses didalam belajarnya. Karena sebagaimana asbabun nuzul, target dari pembelajaran bersama Nabi Khidir As bukanlah untuk memahami cara dakwah beliau. Namun supaya Nabi Musa As kembali kepada ketawadu’an seorang nabi dan rasul. Hal tersebut dapat kita lihat di dalam penggalan ayat berikut:

قَالَ اِنۡ سَاَ لۡـتُكَ عَنۡ شَىۡءٍۢ بَعۡدَهَا فَلَا تُصٰحِبۡنِىۡ‌ ۚ قَدۡ بَلَـغۡتَ مِنۡ لَّدُنِّىۡ عُذۡرًا

Dia (Musa) berkata, “Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu setelah ini, maka jangan lagi engkau memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya engkau sudah cukup (bersabar) menerima alasan dariku.” (ayat 76)

Bertemunya Nabi Musa As dan Nabi Khidir As adalah untuk mengingatkan Nabi Musa As, sumber : bangkitmedia.com

Setelah dua kali Nabi Musa As tidak bisa mencerna cara dakwah Nabi Khidir As, beliau mengakui kelemahan dan kekurangan dirinya. Beliau tidak mengetahui semua hal kecuali apa yang ditunjukkan Allah SWT padanya. Sehingga beliau memahami bahwa ada orang yang lebih pandai darinya. Dan kembali beliau menjadi nabi yang tawadhu’.

Ibrah Bagi Ummat Nabi Muhammad SAw

Karena kisah ini diceritakan kepada Nabi Muhammad SAW maka kisah ini juga berlaku kepada ummatnya. Agar ummat beliau SAW tidak menjadi orang yang sombong bahkan hanya sebesar biji sawi yang tertanam di dalam hatinya. Sebagaimana sabda beliau SAW:

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ 

Artinya:“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Alloh itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.“ (HR. Muslim).

Tidak ada kesuksesan terbesar bagi anak adam kecuali mendapat ampunan dari Allah SWT. Wallahu a’lam