(0274) 4415024 smamuhpleret@yahoo.com

Dengan satu paru-paru yang berfungsi, beliau memimpin perang gerilya bersama pasukannya. Di tengah para tokoh yang sedang ditawan, beliau tak mau menyerah dan tetap berjuang bersama Tentara Keamanan Rakyat (TKR) hingga berhasil membuat penjajah terpukul mundur. Itulah kisah yang harum terukir dari tokoh nasional Jendral Soedirman.

Dibalik semua kisah heroik tersebut apakah kita tahu bahwa Sang Jendral adalah kader Muhammadiyah? Seorang kader yang memiliki keikhlasan luar biasa. Bahkan karena keikhlasannya tersebut, tak jarang beliau mengorbankan kepentingan pribadinya untuk organisasi.

Karakter itulah yang selalu beliau bawa. Keikhlasan yang selalu dipegang teguh hingga beliau menjadi Jendral pertama untuk negeri ini. Rasa sakit yang beliau derita waktu itu pun tak mampu meluluhkan keikhlasannya dalam menjalankan pengabdian. Mengabdi untuk agama dan negara beliau lakukan sepenuh hati.

Selain itu medan pertempuran yang beliau pilih pun bukanlah sembarangan. Strategi pertempuran gerilya yang beliau lakukan mengharuskan beliau untuk masuk keluar hutan, melewati sungai dan jalanan yang terjal hingga naik turun bukit. Walaupun beliau sambil ditandu, beliau tetap gigih berjuang dengan penuh keikhlasan.

Jendral Soedirman Pahlawan Nasional Kader Muhammadiyah, sumber : Buku “Kenang-kenangan Pada Panglima Besar Letnan Djendral Soedirman”

Soedirman Seorang Guru

Sebelum namanya harum menjadi seorang Jendral, Soedirman adalah seorang guru. Beliau mengajar di Hollandsch Inlandsche School (HIS). Sebuah sekolah jaman penjajahan yang setara dengan sekolah dasar saat ini, namun memiliki jenjang pendidikan hingga tujuh tahun.

Beliau memiliki kepiawaian dalam dunia pengajaran bukanlah karena memiliki ijazah mengajar. Selain karena memang beliau yang pandai, semangat belajar selalu beliau lakukan. Salah satu guru yang mampu membuatnya mahir dalam mengajar adalah bapak R. Mokh Kholil, seorang tokoh Muhammadiyah daerah Cilacap.

Salah satu hal yang beliau lakukan untuk membuat pembelajaran nyaman dan menarik adalah beliau sering memadukan dengan cerita-cerita wayang. Sehingga walaupun fasilitas sekolah saat itu masih sederhana baik dari penggunaan meja kursi ataupun properti lainnya yang tidak menggunakan mebel kayu jati, suasana pembelajaran tetap semarak.

Metode pengajaran memang penting untuk mendorong semangat siswa dalam belajar. Dan Soedirman mampu melakukan itu walaupun sebenarnya beliau lulusan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) Wiworotomo. Sebuah sekolah setara sekolah menengah pertama saat ini.

Saat menjadi seorang guru beliau merupakan guru yang sederhana. Bahkan gajinya saat itu pun hanya sebesar tiga gulden perbulan. Sebuah gaji yang tidak besar. Namun walaupun mendapatkan gaji yang sedemikian Soedirman tetap mengajar dengan ikhlas.

Gaji yang kecil bukanlah alasan bagi beliau untuk bekerja semaunya. Bagi beliau gaji bukanlah sebuah masalah. Jika beliau menginginkan gaji yang besar sebenarnya bukanlah hal yang sulit untuk beliau dapatkan di tempat lain, terlebih beliau saat itu memiliki jabatan penting di Muhammadiyah.

Mengajar butuh metode dan Jendral Soedirman menguasainya, sumber : pixabay.com

Namun beliau tidak mau melakukan hal tersebut. Itulah salah sifat yang membuatnya banyak mendapatkan simpati dari guru lain ataupun para siswa. Dengan mengajar sepenuh hati dan kinerja yang baik akhirnya beliau mendapatkan kepercayaan untuk menjadi kepala sekolah disana. Saat itu gaji beliau berubah menjadi dua belas setengah gulden. Jumlah yang cukup baik untuk kecukupan keluarganya.

Sejak menjadi kepala sekolah pekerjaan beliau semakin banyak. Dari kepengurusan administrasi hingga mendamaikan perseteruan para guru jika terjadi ketidaksepemahaman. Sekolah yang beliau pimpin merupakan sekolah sederhana pada umumnya saat itu, sehingga belum ada jasa taman sekolah yang khusus dipanggil untuk menangani masalah taman. Yang penting sekolah bisa berjalan dengan baik sudah cukup.

Dari Muhammadiyah Hingga Jadi Jendral

Meski keseharian Soedirman adalah menjadi seorang guru, namun beliau aktif di organisasi otonom Muhammadiyah. Beliau begitu aktif mengikuti kegiatan di kepanduan Hisbul Wathan Banyumas. Dari sinilah beliau mengetahui dasar-dasar dalam dunia ketentaraan.

Beliau merupakan kader yang aktif serta pandai, sehingga dengan mudah bilau menjadi orang penting di Hisbul Wathan. Sehingga sangat sering beliau memimpin rekan lainnya untuk latihan baris berbaris dalam kepanduan ini.

Berdasarkan hal ini tak mengherankan jika beliau terpilih menjadi komandan PETA daerah Banyumas. Dan kemudian berlanjut menjadi Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang menjadi cikal bakal TNI. Saat itu beliau terpilih saat masih berusia 29 tahun, usia yang terbilang masih muda. Beliau mengalahkan Oerip Soemoharjo dalam pemilihan, sosok yang lebih senior dari beliau.

Selain aktif di kepanduan Hisbul Wathan Jendral Soedirman juga aktif di Pemuda Muhammadiyah. Dari sanalah beliau belajar cara berdiplomasi dan retorika. Sehingga tidak mengherankan jika saat menjadi Jendral bahasanya begitu tegas dan membius. Beliau tercatat pernah menjadi ketua Pemuda Muhammadiyah Banyumas pada tahun 1937 M.

Hidup dalam lingkup organisasi menempa beliau menjadi sosok yang memiliki prinsip kuat dan berpengaruh. Dengan berorganisasi membuatnya memiliki kepemimpinan yang terbukti kehebatannya. Kepemimpinan yang dibangun bukan berlandaskan tangan besi, namun dirajut dari kepercayaan yang membuat pasukannya rela dan berani untuk diajak melakukan gaya tempur yang tidak dimiliki negara manapun saat itu.

Selain aktif di HW Jendral Soedirman juga aktif di PM, sumber : pemudamuhammadiyah.org

Tutup Usia

Dalam catatan sejarah Jendral Soedirman pernah memimpin serangan umum 1 maret 1949. Sebuah serangan yang mampu membuat terjadinya perjanjian Roem-Royen dan kemudian berlanjut menjadi perjanjian Meja Bundar. Sebuah perjanjian yang mampu memaksa Belanda untuk meninggalkan tanah air.

Secara keseluruhan pertempuran yang dipimpin oleh Jendral Soedirman berlangsung dari tanggal 19 Desember 1948 hingga 10 Juli 1949. Pertempuran yang tidak begitu lama namun memberikan arti yang besar bagi bangsa Indonesia. Pertempuran yang membuat Belanda dan dunia internasional mengetahui kemampuan tentara nusantara.

Namun karena sakit paru-paru yang dideritanya semakin tidak bisa tertahankan, Jendral Soedirman sang pahlawan nasional kader Muhammadiyah itu akhirnya menghembuskan nafas terakhir. Beliau meninggal dunia pada 29 Januari 1950 M di Magelang.